Talenta ASN: Pondasi Senyap Demokrasi
Oleh Yunike Puspita (Kabag Parhumas dan SDM KPU Provinsi Jawa Barat) Rapat Koordinasi Penguatan Kelembagaan dan Pengelolaan SDM KPU yang diselenggarakan di Bangka menjadi momentum reflektif bagi seluruh jajaran penyelenggara pemilu. Materi yang disampaikan oleh narasumber dari FISIP Universitas Padjadjaran menegaskan bahwa keberhasilan pemilu bukan semata hasil dari sistem yang baik, tetapi terutama dari kualitas manusia yang menggerakkannya. SDM Sekretariat KPU adalah garda terdepan legitimasi demokrasi. Dalam konteks kelembagaan, Sekretariat KPU di semua tingkatan dihadapkan pada tantangan multidimensi: beban kerja tinggi, keterbatasan jumlah pegawai, ekspektasi publik yang terus meningkat, serta tekanan politik yang tidak jarang menguji integritas. Tantangan-tantangan tersebut menuntut sistem manajemen SDM yang kokoh, berbasis sistem merit, kompetensi, dan integritas. Regulasi seperti UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, PP Nomor 11 Tahun 2017 jo. PP 17 Tahun 2020, dan PermenPANRB Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta ASN memberikan fondasi hukum yang jelas. Namun, penerapannya di lingkungan KPU memerlukan strategi yang adaptif. Penguatan SDM tidak cukup berhenti pada pelatihan teknis kepemiluan, melainkan harus mencakup asesmen kompetensi, pembangunan talent pool, career pathing, serta program pengembangan kepemimpinan dan literasi digital. Pendekatan manajemen talenta ASN sebagaimana dipaparkan dalam Rakor merupakan instrumen penting untuk menyiapkan kader aparatur yang unggul. Dengan pemetaan potensi dan kinerja melalui mekanisme 9-Box Grid, KPU dapat menyiapkan calon pemimpin masa depan secara terencana dan berkeadilan. Hal ini bukan hanya memperkuat kesinambungan organisasi, tetapi juga menjaga netralitas karena setiap promosi dan rotasi jabatan didasarkan pada kompetensi, bukan kedekatan personal atau tekanan eksternal. Selain itu, penguatan kelembagaan KPU juga menuntut soliditas hubungan antara anggota KPU dan sekretariat. Seperti yang diungkapkan dalam sesi diskusi, masih sering terjadi dualisme kepemimpinan, tarik menarik kewenangan, serta perbedaan persepsi terkait peran dan fungsi. Diperlukan komunikasi internal yang lebih terbuka, pembagian peran yang jelas, serta kepemimpinan kolektif-kolegial yang menghormati batas etika, profesionalitas, dan tata kerja sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2019 dan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Dari sisi pengembangan SDM, kolaborasi dengan lembaga akademik seperti UNPAD merupakan langkah strategis. Melalui pendekatan ilmiah dan asesmen berbasis teknologi seperti Mobile Assessment Competency Test (MACT), KPU dapat memperoleh peta kompetensi yang objektif untuk menentukan kebutuhan pengembangan. Selain itu, pelatihan berbasis system thinking, leadership adaptive, dan digital literacy akan memperkuat kesiapan ASN menghadapi siklus pemilu yang semakin kompleks dan digital. Akhirnya, Rakor Bangka menegaskan bahwa Sekretariat KPU yang kuat lahir dari SDM yang berintegritas dan kelembagaan yang solid. Dengan kepemimpinan yang visioner, sistem merit yang diterapkan konsisten, dan budaya kerja berbasis kolaborasi, KPU tidak hanya akan menjadi lembaga penyelenggara pemilu, tetapi juga menjadi simbol tata kelola demokrasi yang bersih, profesional, dan dipercaya publik.
Selengkapnya