Opini

110

Titik Awal Menumbuhkan Integritas dan Loyalitas

Orientasi tugas yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat merupakan langkah strategis dan fundamental dalam membangun fondasi integritas serta loyalitas para CPNS KPU sebagai penyelenggara pemilu. Dalam konteks demokrasi yang semakin kompleks dan dinamis, orientasi bukan sekadar formalitas awal masa kerja, melainkan sebuah proses pembentukan karakter kelembagaan yang berkelanjutan. Orientasi menjadi momen krusial untuk menanamkan nilai-nilai dasar ASN dan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan independen. Melalui pemahaman mendalam terhadap regulasi, kode etik, serta tantangan yang dihadapi, para CPNS KPU Provinsi Jawa Barat dipersiapkan untuk menjalankan tugasnya dengan profesionalisme tinggi. Disinilah benih integritas mulai ditanamkan, bukan hanya sekadar mengetahui aturan, tetapi juga berkomitmen untuk menegakkannya dalam situasi apa pun. Intergitas dalam kehidupan sehari-hari memang jarang digunakan karena masih banyak yang belum memahami makna dari intergitas itu sendiri, pada hakikatnya intergitas selalu melekat pada karakter masing-masing orang tanpa disadari. Adapun masih banyak yang keliru dalam memahami makna integritas dengan mengartikan pada kejujuran, walaupun kejujuran memang salah satu unsur atau bagian dari intergitas, namun intergitas memiliki makna atau nilai yang luas yang meliputi Kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras,  sederhana, keberanian dan keihklasan. Nilai intergitas tersebut bukan lah hanya teori semata, namun juga dalam penerapannya. Oleh karena itulah dengan adanya orientasi tugas yang dilaksanakan oleh KPU RI bertujuan untuk dapat menerapkan nilai-nilai intergitas dengan menyatukan pikiran, perkataan dan perbuatan para CPNS KPU, sebab keselarasan ketiga hal itulah yang dapat mendefinisikan seseorang sebagai pribadi yang berintegritas.  Loyalitas yang dibangun dalam orientasi tugas bukanlah loyalitas terhadap individu atau kekuasaan, melainkan loyalitas terhadap konstitusi, demokrasi, dan kepentingan rakyat. KPU sebagai lembaga Indevenden harus diisi oleh orang-orang yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga kuat secara moral dan etis. Dalam era digital yang penuh disinformasi, loyalitas terhadap nilai-nilai demokrasi menjadi benteng utama melawan segala bentuk manipulasi informasi dan tekanan politik. Selain itu, orientasi juga memperkuat ikatan antar CPNS KPU Provinsi Jawa Barat dan meningkatkan kesadaran kolektif akan pentingnya kerja tim. Sinergi antar personel menjadi kunci kelancaran operasional, terutama menjelang tahapan-tahapan krusial pemilu. Melalui forum orientasi tugas, ruang dialog terbuka dan pembelajaran bersama turut mempererat soliditas kelembagaan. Dengan demikian, Orientasi Tugas KPU Provinsi Jawa Barat bukan hanya langkah administratif, melainkan tonggak awal yang menentukan kualitas demokrasi ke depan. Jika dijalankan dengan kesungguhan, kegiatan ini akan menjadi investasi jangka panjang dalam menciptakan penyelenggara pemilu yang berintegritas, loyal, dan visioner. Demokrasi yang sehat membutuhkan pelayan yang tangguh dan semua itu bermula dari orientasi yang bermakna.  


Selengkapnya
182

Ortug dan Nilai-nilai Integritas : Menanamkan Etika Sejak Langkah Pertama

Pemilihan umum adalah jantung demokrasi. Keberhasilan pelaksanaannya sangat bergantung pada integritas setiap individu yang terlibat, mulai dari penyelenggara pemilu hingga setiap staf pendukung. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang netral dan profesional, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan setiap tahapan pemilu berjalan jujur, adil, dan transparan. Integritas pun bukanlah sekadar nilai tambah, melainkan landasan esensial yang harus melekat pada setiap individu yang terlibat di dalamnya, mulai dari jajaran komisioner hingga staf pelaksana di tingkat paling bawah. Etika perlu ditanamkan sejak langkah pertama untuk memastikan marwah KPU sebagai institusi yang kredibel dan dipercaya rakyat. Langkah pertama dalam menanamkan etika di lingkungan KPU dimulai dari proses rekrutmen dan orientasi. Seleksi yang ketat dan transparan, yang tidak hanya mengukur kompetensi teknis tetapi juga integritas moral menjadi fondasi awal. Kami sebagai CPNS tentunya perlu memahami betul bahwa kami akan mengemban amanah besar yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak.  Penanaman etika di KPU tidak berhenti pada tahap ini, tetapi harus menjadi proses berkelanjutan. Pendidikan dan pelatihan etika yang rutin, yang membahas studi kasus, dilema moral, dan konsekuensi pelanggaran kode etik, sangatlah vital. Hal ini tidak hanya berfungsi sebagai pengingat, tetapi juga sebagai ruang untuk diskusi, refleksi, dan penguatan komitmen moral. Pembekalan mengenai netralitas, imparsialitas, dan objektivitas harus diperhatikan pada setiap program pengembangan SDM KPU karena setiap keputusan, tindakan, dan bahkan gestur individu di KPU harus mencerminkan nilai-nilai tersebut, jauh dari kepentingan pribadi, golongan, atau politik praktis. Selain pendidikan dan pelatihan, sistem pengawasan internal yang kuat dan efektif adalah prasyarat mutlak. Mekanisme pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) yang aman dan terpercaya harus tersedia, sehingga dapat mendorong setiap individu untuk berani melaporkan indikasi penyimpangan tanpa rasa takut akan konsekuensinya. KPU harus membangun budaya dimana pelanggaran integritas ditindak tegas dan konsisten, tanpa pandang bulu. Hal ini tentunya akan pesan kuat bahwa integritas adalah prioritas utama dan tidak dapat ditawar.  Di sisi lain, KPU juga perlu membangun sistem apresiasi bagi individu yang menunjukkan komitmen tinggi terhadap integritas, menciptakan teladan dan mendorong perilaku positif. Hal ini tentu saja bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan juga tanggung jawab institusi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi integritas untuk tumbuh dan berkembang.  


Selengkapnya
142

Ortug KPU Jabar : Titik Awal Menumbuhkan Integritas dan Loyalitas

Dua pilar utama yang harus dimiliki oleh setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah integritas dan loyalitas, untuk menumbuhkan integritas dan loyalitas bagi ASN yang bekerja di lembaga penyelenggara pemilu berakar dari pemahaman mendalam terhadap nilai dasar ASN yaitu BerAKHLAK (Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif). Integritas pada ASN menjadi hal yang utama karena tanpa adanya integritas ASN rentan terhadap tekanan-tekanan eksternal, konflik kepentingan, dan potensi penyimpangan. Menumbuhkan integritas dapat dimulai dari kesadaran individu akan tanggung jawab moral dalam melayani masyarakat dengan baik dan menjaga agar demokrasi yang jujur dan bermatabat dapat terwujud.  Loyalitas seorang ASN di lembaga pemilu, bukan hanya loyalitas terhadap individu atau kelompok, melainkan loyalitas terhadap konstitusi, lembaga, dan kepentingan negara. ASN harus mampu menunjukan dedikasi yang tinggi dalam melayani masyarakat dan menjaga netralitas dalam proses pemilu. Titik awal seseorang menjadi ASN di KPU adalah momen krusial karena akan membentuk karakter dan nilai-nilai dasar yang akan terus melekat sepanjang kariernya. Pada fase awal inilah integritas dan loyalitas harus dibangun secara kokoh. ASN dituntut untuk menjunjung tinggi profesionalisme, menjaga kerahasiaan, serta tidak berpihak pada siapa pun, untuk menumbuhkan nilai Integritas dan loyalitas dalam diri ASN perlu adanya pembinaan dan pengawasan yang berkelanjutan, budaya organisasi yang bersih dan sehat, serta adanya mekanisme penghargaan dan sanksi yang adil.  Ketika seorang ASN memahami bahwa tugasnya bukan hanya sekadar bersifat administratif, melainkan juga bagian dari menjaga amanah kepercayaan publik dalam keberlangsungan demokrasi, maka integritas dan loyalitas akan tumbuh dari dalam diri seorang ASN sebagai sebuah karakter, bukan hanya sebagai kewajiban. ASN dilingkungan KPU memiliki tugas yang penting, meliputi menyusun pedoman teknis, mengoordinasikan tahapan pemilu, memantau jalannya pemilu, dan melakukan evaluasi. Selain itu, ASN KPU juga berperan dalam memberikan pelayanan publik dan menjamin netralitas dalam penyelenggaraan pemilu. Jadi, integritas dan loyalitas merupakan sebuah nilai yang harus ditanamkan oleh seorang ASN khususnya ASN KPU dan bukan hanya sekedar kata-kata namun harus benar-benar dijalankan dalam aktivitas pekerjaan sehari-hari.


Selengkapnya
160

Orientasi Tugas CPNS KPU Jawa Barat Sebagai Pijakan Awal Manifestasi Pembangunan serta Penguatan Demokrasi Indonesia

Pada saat saya dinyatakan lulus tahap akhir seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada instansi Komisi Pemilihan Umum (KPU) kurang lebih 5 bulan kebelakang dengan rasa haru bangga dan begitu bahagia saya kemudian memposting momen tersebut diberbagai platform sosial media yang saya miliki dari mulai Instagram, Story Whatssapp sampai di Tiktok, lalu apa yang terjadi setelah itu ? ya saya mendapat berbagai respon dari teman teman dan saudara yang saya kira cukup menggelitik seperti contoh “wah enak ya kerja nya cuman lima tahun sekali”, “ kpu kalau bukan musim pemilu kerja nya ngapain ?” seolah olah pelaksanaan pemilu itu diterjemahkan hanya sekedar nyoblos kertas memakai paku yang hanya beberapa menit lalu selesai tanpa melihat proses tahapan pelaksanaan yang dipersiapkan begitu lama dan panjang, satu sisi memang benar namun narasi narasi tersebut terasa hampa serta kehilangan nilai dan makna dalam proses pengejewantahan sistem demokrasi di Indonesia. Kita tahu bahwa sebagaimana yang termuat dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945 bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga  yang diberi mandat untuk menyelenggarakan pemlihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil serta untuk memastikan kedaulatan berada ditangan rakyat dibutuhkan satu instrumen penyelenggaraan yang kokoh dan sumber daya manusia yang kompeten serta profesional untuk melaksanakan pelaksanaan pemilu yang baik. Orientasi Tugas CPNS KPU hari ini hadir  sebagai salah satu bentuk penguatan kapasitas  dan menjadi investasi jangka panjang bagi institusi KPU. CPNS yang memahami visi besar demokrasi Indonesia akan mampu bekerja secara kolektif untuk menciptakan pemilu yang inklusif, partisipatif, dan bebas dari intervensi. Di tengah dinamika sosial politik yang terus berkembang, kesiapan dan profesionalisme ASN KPU akan menentukan seberapa kuat fondasi demokrasi di tingkat lokal hingga nasional. Keterlibatan CPNS dalam proses pemilu dan pemilihan mendatang akan menjadi bentuk nyata kontribusi kami dalam pembangunan nasional. Demokrasi yang sehat tidak hanya membutuhkan partisipasi publik, tetapi juga birokrasi yang kompeten, bersih, dan responsif. Oleh karena itu, orientasi tugas ini menjadi ruang strategis untuk membangun pola pikir pelayanan publik yang tidak hanya patuh pada regulasi, tetapi juga peka terhadap kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman. kami berharap orientasi ini bukan hanya sebagai momen belajar, tetapi juga sebagai momen meneguhkan komitmen bahwa setiap keputusan, tindakan, dan langkah ke depan harus sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, kejujuran, dan pelayanan publik. Dengan pijakan awal yang kuat ini, CPNS KPU Jawa Barat tidak hanya akan menjadi pelaksana tugas, tetapi juga penggerak perubahan menuju pemilu yang berintegritas dan demokrasi Indonesia yang lebih matang.  


Selengkapnya
242

Harapan Kami untuk KPU Jawa Barat: Mewujudkan Budaya Kerja yang Inklusif dan Kolaboratif

Budaya kerja yang inklusif dan kolaboratif merupakan dua hal yang penting. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Jobstreet dan Boston Consulting Group yang dikutip oleh Perusahaan SEEK, 70% responden berpendapat bahwa lingkungan kerja yang inklusif adalah isu yang penting, dan 51% responden memilih untuk menghindari atau meninggalkan lingkungan kerja yang tidak inklusif. Lalu, menurut seorang peneliti, Kate Vitasek, yang dikutip oleh Forbes, produktivitas dapat ditingkatkan melalui lingkungan kerja yang kolaboratif. Survei dan pendapat ahli ini menunjukan pentingnya budaya kerja inklusif dan kolaboratif diwujudkan di tempat kerja. Berdasarkan laporan Gallup Inc, lingkungan kerja inklusif adalah lingkungan kerja dimana pegawai merasa dihargai, dihormati, diterima, dan didukung untuk berpartisipasi di tempat kerja. Menurut saya, budaya kerja inklusif di KPU Jawa Barat dapat terwujud atau ditingkatkan dengan dilibatkannya semua pegawai, baik yang senior maupun junior, dalam semua kegiatan termasuk pengambilan keputusan atau kebijakan. Partisipasi pegawai-pegawai baru, dalam konteks ini yaitu CPNS, dapat membuat mereka merasa bahwa pendapatnya dihargai meskipun pengalaman kerja masih sedikit. Tentu saja, dilibatkannya CPNS ini, harus didahului oleh pengembangan kemampuan dan pengetahuan CPNS. Hal ini karena, tanpa adanya kemampuan dan pengetahuan, para CPNS tidak akan percaya diri untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan KPU.  Budaya kerja inklusif berkaitan dengan budaya kerja kolaboratif. Seperti yang dijelaskan sebelumnya berdasarkan laporan Gallup Inc, lingkungan kerja inklusif adalah lingkungan kerja dimana pegawai merasa dihargai, dihormati, diterima, dan didukung untuk berpartisipasi di tempat kerja. Pada lingkungan kerja dimana setiap pegawai dihargai, dihormati, diterima, dan didukung oleh rekan-rekannya, akan timbul rasa saling percaya satu sama lain. Rasa percaya inilah yang kemudian mendorong terwujudnya budaya kolaboratif. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam penelitian Pishdad-Bozorgi dan Beliveau yang dikutip oleh Wioleta Kucharska dalam penelitiannya, bahwa kepercayaan menciptakan lingkungan kolaboratif.  Berdasarkan penjelasan di atas, saya menyimpulkan bahwa budaya kerja inklusif dan kolaboratif di KPU Jawa Barat dapat terwujud atau ditingkatkan dengan melibatkan setiap pegawai, termasuk CPNS, dalam setiap kegiatan KPU Jawa Barat. Harapan saya, dengan dilibatkannya CPNS dalam setiap kegiatan KPU, CPNS dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar di kemudian hari dapat berpartisipasi aktif di KPU. Partisipasi aktif ini kemudian akan menciptakan perasaan diterima dan diakui sebagai bagian dari KPU, sehingga terwujudnya atau semakin kuatnya budaya kerja inklusif di KPU Jawa Barat. Budaya kerja inklusif kemudian akan menimbulkan rasa saling percaya satu sama lain, yang dapat membuat terwujudnya atau semakin kuatnya budaya kerja kolaboratif di KPU Jawa Barat.  


Selengkapnya
576

SIREKAP UNTUK TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PILKADA JAWA BARAT 2024

BANDUNG - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat berdasarkan atas arahan KPU RI akan tetap menggunakan teknologi informasi melalui penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. KPU Jabar berkomitmen untuk keterbukaan informasi publik, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pilkada di Jawa Barat meskipun ditengah sorotan publik pasca Pemilu Serentak 2024 yang lalu mendapatkan sorotan negatif dari publik. KPU Jawa Barat memastikan penggunaan Sirekap sudah dilakukan perbaikan-perbaikan oleh pihak pengembang dari ITB dan KPU RI, bahkan telah melewati tiga kali uji coba untuk merespon kritik publik terhadap pembenahan sistem ini.  Sebagaimana diketahui, bahwa Sirekap dibagi menjadi dua bagian. Pertama, Sirekap Mobile yang akan digunakan oleh Badan Adhoc KPPS sebagai fungsi paling mendasar di antaranya memotret C Hasil di TPS dengan hasil yang baik, artinya pencahayaan, posisi dan kameranya harus tepat juga internet yang stabil. Algoritma angkanya juga sudah berfungsi sangat baik, yang terpenting menuliskan angka tidak keluar dari kotak. Sirekap Mobile ini hanya dapat digunakan pada handphone Android Nougat 7 keluaran tahun 2016. Untuk versi IOS belum dapat digunakan. Kedua, Sirekap Web yang akan digunakan oleh KPU PPK, KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi untuk merekapitulasi hasil suara perolehan dari setiap TPS dengan tetap menjaga kehati-hatian mencermati isian data dari setiap TPS sebelum menerbitkan D Hasil. Dengan teknologi dan informasi ini menjadi salah satu instrumen transparansi dan akuntabilitas Pilkada untuk menyelenggarakan Pilkada yang efektif dan efisien, mengingat keterlibatan Sirekap dalam proses Pilkada secara tidak langsung dapat memengaruhi partisipasi politik. Dengan adanya sistem yang transparan dan akurat seperti Sirekap, pemilih cenderung lebih percaya pada integritas dan keabsahan proses Pilkada. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara Pemilu seperti KPU. Bahkan, jika terjadi kecurangan di Kabupaten/Kota, KPU Provinsi Jawa Barat dapat melakukan penonaktifan penggunaan Sirekap sampai dengan datanya sesuai dengan kebenarannya. Ahmad Nur Hidayat, Anggota KPU Jawa Barat/Ketua Divisi Data dan Informasi.


Selengkapnya