Penguatan Seleksi Komisioner KPU Serentak
Oleh: Abdullah Sapi’i Ketua Divisi SDM, Penelitian dan Pengembangan FGD Evaluasi Seleksi Anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diselenggarakan di Bali merupakan momentum penting untuk melakukan refleksi kritis terhadap fondasi kelembagaan penyelenggara pemilu di Indonesia. Seperti yang disampaikan dalam paparan akademik, ada 3 fokus utama dalam seleksi Anggota KPU kedepan yaitu, Integritas, profesional dan akuntabilitas. Hal lainnya adanya problematika utama seleksi komisioner bukan terletak pada kekosongan norma, melainkan pada ketidakterpaduan implementasi antarwilayah, ketidaksinkronan masa jabatan, serta absennya standar asesmen yang konsisten. Sebagai Ketua Divisi SDM KPU Provinsi Jawa Barat, saya memandang bahwa tantangan terbesar rekrutmen komisioner bukan hanya administratif, tetapi merupakan persoalan strategis yang menentukan kualitas demokrasi yaitu figur SDM kepemiluan yang berintegritas, Profesional dan Akuntable. Proses seleksi yang tidak serentak dan sering beririsan dengan tahapan pemilu, sebagaimana terlihat dalam peta AMJ dan paparan FGD, menyebabkan beban kelembagaan meningkat dan mengganggu kesinambungan program. Hal ini terbukti menimbulkan disrupsi pada perencanaan strategis, pelaksanaan program divisi, hingga pembinaan badan adhoc di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam konteks tersebut, KPU Provinsi Jawa Barat menegaskan adanya urgensi keserentakan masa jabatan komisioner sebagai salah satu rekomendasi prioritas revisi UU Pemilu. Keserentakan AMJ akan mengurangi fragmentasi, mengefisienkan pembentukan Tim Seleksi, menekan biaya honorarium berulang, dan memastikan seluruh komisioner memulai tugas pada siklus kelembagaan yang sama. Langkah ini juga selaras dengan Putusan MK mengenai pentingnya keserentakan pemilu sebagai pilar tata kelola elektoral modern. Selain itu, KPU Provinsi Jawa Barat menilai bahwa penguatan kualitas Tim Seleksi (Timsel) merupakan kebutuhan mendesak. Dokumen FGD menyoroti variasi kompetensi Timsel antarwilayah, potensi konflik kepentingan, serta absennya indikator evaluasi kinerja Timsel yang baku. Kami mengusulkan agar revisi UU Pemilu mengadopsi ketentuan Pasal 22 ayat (4) untuk seluruh level seleksi, yaitu mewajibkan Timsel memahami permasalahan pemilu dan memiliki kemampuan profesional dalam rekrutmen. Selain syarat integritas, Timsel harus menjalani pre-assignment training, memiliki kode etik yang mengikat, serta diaudit kinerjanya oleh Inspektorat Utama sebagai instrumen kontrol nasional. Dari sisi tahapan seleksi, KPU Provinsi Jawa Barat menggarisbawahi perlunya standardisasi asesmen nasional, termasuk tes tertulis, psikologi, verifikasi rekam jejak, hingga wawancara berbasis kompetensi. Dokumen FGD menunjukkan bahwa mekanisme integrity check belum seragam, dan rekam jejak calon sering diverifikasi secara terbatas. Oleh karena itu, kami mendorong pembentukan KPU Talent Pool Nasional yang berisi database calon berintegritas, terverifikasi secara digital, dan dapat dipantau lintas periode. Terakhir, dalam kerangka PKPU 8/2019 tentang Tata Kerja KPU, seleksi harus menghasilkan komisioner yang kompatibel dengan budaya kerja kolektif-kolegial. Karena itu, KPU Jawa Barat mengusulkan diterapkannya simulasi pleno dalam FPT untuk menguji kemampuan deliberatif, kepemimpinan, konsensus dan kapasitas menangani konflik internal. FGD Bali memberi pesan kuat bahwa kualitas pemilu tidak akan melampaui kualitas penyelenggaranya. Oleh sebab itu, reformasi seleksi adalah investasi demokrasi jangka panjang. KPU Provinsi Jawa Barat berdiri di garis depan untuk mendorong sistem seleksi yang profesional,berintegritas dan akuntabel, serentak, dan penggunaan aplikasi digital yang semakin baik, demi memastikan Indonesia memiliki penyelenggara pemilu yang tangguh, terpercaya, dan adaptif terhadap tantangan masa depan.
Selengkapnya