Etika Demokrasi dan Tanggung Jawab Pencegahan Kekerasan Seksual dalam Penyelenggaraan Pemilu

Oleh: Abdullah Sapii
Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Divisi SDM Penelitian dan Pengembangan

Menjadi penyelenggara pemilu bukan hanya soal teknis elektoral, tetapi tanggung jawab etik yang melekat pada setiap insan KPU. Di tengah kompleksitas tahapan dan tekanan publik, menjaga integritas dan kehormatan lembaga menjadi keniscayaan. Salah satu dimensi penting dari upaya tersebut adalah pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kerja, yang kini telah memiliki landasan kuat melalui Keputusan KPU Nomor 1341 Tahun 2024 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Sebagai Ketua Divisi SDM Penelitian dan Pengembangan, saya menyadari bahwa tugas ini bukanlah administratif belaka, melainkan panggilan etik. Berdasarkan KPT 1341/2024, Satgas nantinya berperan dalam membangun lingkungan kerja yang aman, responsif terhadap kelompok rentan, serta bebas dari intimidasi, diskriminasi, dan kekerasan dalam bentuk apa pun. Kami ditugaskan untuk menyusun dan menyampaikan materi edukatif, menelaah potensi kebijakan yang rawan kekerasan seksual, dan menangani laporan dari berbagai kanal—baik langsung maupun tidak langsung.

Menurut data DKPP yang kami pelajari, terdapat peningkatan kasus pelanggaran etik dengan dimensi kekerasan seksual, termasuk sanksi berat hingga pemberhentian tetap. Ini menandakan pentingnya pencegahan sejak dini. KPU, melalui pengawasan internal dan mekanisme TPD, juga memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan tidak ada celah pembiaran terhadap pelaku di dalam sistem.

Paparan dari KemenPPPA dan Komnas Perempuan memperkuat urgensi ini: tempat kerja, termasuk lembaga negara, bukan ruang yang steril dari potensi kekerasan seksual. Pelakunya bisa berasal dari relasi kuasa atau kedekatan struktural. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan Satgas harus berpihak pada korban, menjaga kerahasiaan, memastikan restitusi, serta terhubung dengan layanan pendukung seperti psikologis, hukum, dan kesehatan.

Lebih jauh, tugas ini juga sejalan dengan UU ASN No. 20 Tahun 2023, yang dalam Pasal 3 dan 4 menekankan bahwa ASN wajib berperilaku harmonis, adil, nondiskriminatif, dan menjunjung kode etik. Dalam posisi kami sebagai penyelenggara pemilu dan juga para ASN penyelenggara, nilai-nilai tersebut bukan hanya komitmen personal tetapi mandat konstitusionalUU Nomor 20 Tahun 2023.

Kami di KPU Jawa Barat sedang menata sistem pelaporan, membentuk sekretariat Satgas yang terdiri dari unsur SDM dan hukum, serta menyusun materi yang membumi dan mudah dipahami oleh seluruh jajaran, termasuk badan adhoc. Sosialisasi dilakukan dengan pendekatan humanis dan berbasis pengalaman, karena transformasi budaya organisasi tak bisa dibangun dengan jargon semata.

Mewujudkan penyelenggara pemilu yang berintegritas berarti pula menjamin ruang kerja yang adil, setara, dan manusiawi. Pencegahan kekerasan seksual adalah bagian dari upaya menjaga marwah demokrasi, karena tidak ada keadilan elektoral tanpa keadilan di internal lembaganya.

Mari kita tegakkan etika bukan karena kewajiban hukum, tetapi karena komitmen kita terhadap nilai-nilai luhur demokrasi dan kemanusiaan.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 982 Kali.