
Menjaga Marwah Etika Pemilu: Refleksi Ulang Tahun DKPP
Oleh: Hari Nazarudin (Ketua Divisi Perencanaan dan Logistik)
Momentum ulang tahun DKPP menjadi saat yang tepat untuk merefleksikan peran strategis lembaga ini dalam menjaga etika penyelenggara pemilu. Di tengah iklim demokrasi yang dinamis dan tantangan integritas yang kompleks, DKPP hadir sebagai penjaga marwah ethical electoral governance—sebuah institusi yang tidak hanya menindak pelanggaran, tetapi juga membentuk budaya etik dalam sistem kepemiluan Indonesia.
Sejak didirikan, DKPP telah memainkan peran penting sebagai hakim etik bagi penyelenggara pemilu. Eksistensinya tidak sekadar melengkapi arsitektur kelembagaan pemilu, tetapi juga berperan menjaga kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pemilu. Integritas, kejujuran, dan independensi penyelenggara adalah fondasi legitimasi demokrasi elektoral. Maka, ketika penyelenggara pemilu terlibat dalam tindakan tidak etis—baik dalam bentuk keberpihakan, kekerasan seksual, atau konflik kepentingan—maka legitimasi proses pemilu ikut terciderai.
Namun demikian, di tengah berbagai capaian, konsistensi DKPP dalam menegakkan etika masih menjadi sorotan. Sejumlah putusan progresif yang merespons isu-isu penting seperti netralitas gender dan independensi penyelenggara patut diapresiasi. Akan tetapi, kekhawatiran publik atas political accommodation dan tekanan dalam proses putusan masih kerap terdengar. Ketidakkonsistenan parameter etik dalam beberapa kasus turut mengaburkan persepsi publik terhadap profesionalitas DKPP.
Dari perspektif masyarakat sipil, partisipasi dalam menjaga etika penyelenggara pemilu semakin meningkat. Lembaga pemantau dan advokasi tidak hanya aktif mengajukan pengaduan, tetapi juga mendorong transparansi serta akuntabilitas dalam sidang dan putusan DKPP. Oleh karena itu, DKPP perlu lebih terbuka terhadap penguatan mekanisme partisipatif—mulai dari konsultasi publik hingga publikasi tren pelanggaran dan data sanksi yang komprehensif.
Selain itu, agenda reformasi etika penyelenggara pemilu juga menuntut DKPP untuk lebih sensitif terhadap isu-isu kontemporer: etika digital, disinformasi, gender-sensitive ethics, dan pendidikan etik berbasis demokrasi. Etika penyelenggara pemilu tidak cukup ditegakkan melalui pendekatan korektif, melainkan harus transformatif—mencetak aktor-aktor pemilu yang sadar etik, bukan sekadar patuh hukum.
Ke depan, penguatan DKPP harus mencakup pembenahan kelembagaan dan sistem pendukungnya. Independensi anggaran, profesionalitas Tim Pemeriksa Daerah, serta pemutakhiran perangkat normatif menjadi agenda mendesak. DKPP harus menjauh dari ketergantungan pada goodwill politik dan mampu bertahan dari tekanan kekuasaan.
Selamat ulang tahun DKPP. Semoga tetap menjadi pilar etika pemilu yang tangguh, adaptif, dan konsisten menjaga integritas demokrasi Indonesia.