SIGAP PEMILU 2024, DIVISI HUKUM DAN PENGAWASAN KPU PROVINSI JAWA BARAT ADAKAN RAKER DAN EVALUASI PEMBENTUKAN BADAN AD HOC
Kab. Bandung Barat, jabar.kpu.go.id – Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu wilayah dengan jumlah pemilih dan jumlah TPS terbanyak se-Indonesia harus memiliki sumber daya manusia yang luar biasa. Begitu yang dikatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat yaitu Rifqi Ali Mubarok, pada rapat kerja bidan hukum dan evaluasi pembentukan badan ad hoc penyelenggara Pemilu tahun 2024. Bertempat di Sindang Reret – Kabupaten Bandung Barat, Jumat (15/9/23).
Menurutnya pelantikan pejabat dilingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di Jawa Barat sebagai langkah mengisi kekosongan pemimpin di beberapa satuan kerja KPU.
“KPU Provinsi bersyukur sudah ada pengisian dan rotasi sumber daya manusia sehingga jabatan yang semula kosong jadi terisi. Semoga bisa menjalankan tugas dengan baik dan bisa bersinergi dengan jajaran ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota tempat satkernya bertugas.” kata Rifqi.
Pada kesempatan tersebut, mantan Ketua KPU Kota Bandung itu juga menyampaikan pesan-pesan penting di masa akhir jabatannya sebagai Ketua KPU Provinsi. Senada, diakui oleh Endun Abdul Haq bahwa mengelola Pemilu di Jawa Barat ini perlu special treatment dan kuncinya adalah komunikasi, sinergi, serta koordinasi.
“Masa transisi ini betul-betul dimaksimalkan untuk transpormasi informasi kepada penerus kita, semua divisi harus memiliki buku catatan. Semua akan kita support meskipun posisi kita diluar.” tegas Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Provinsi Jawa Barat periode 2018 – 2023 tersebut.
Sementara itu, dari segi penganggaran Nina Yuningsih sebagai Ketua Divisi Perencanaan, Umum, dan Logistik berpesan untuk mengawal dan memastikan anggaran Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) berjalan, serta mendapat dorongan dari setiap masing-masing Ketua KPU Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Koordinasi dengan pemerintah daerah menjadi gembok bagi sinergitas KPU. Menambahkan, Titik Nurhayati, Ketua Divisi Data dan Informasi itu menyampaikan bahwa setiap kegiatan harus jelas sumber anggarannya dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Divisi Hukum dan Pengawasan harus mampu memahami dan mengetahui alur anggaran lembaga dan mengawasinya. Karena karakter lembaga ditentukan oleh orang-orang yang tepat, bisa menjaga prinsip-prinsip etik dalam Undang-Undang.
“kerja kolektif kolegial itu tidak mudah tetapi kolaborasi harus diarahkan, mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan dengan musyawarah mufakat bukan dengan voting.” ujar Titik.
Selanjutnya, Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat yakni Usep Agus Zawari mengisi kegiatan yang dihadiri oleh peserta dari berbagai KPU Kabupaten/Kota di Jawa Barat itu. Ia menjelaskan ada tiga hal yang diawasi oleh Bawaslu terkait rekuitmen badan ad hoc oleh KPU, pertama prosedur rekuitmen badan ad hoc oleh KPU Kabupaten/Kota. Kedua adalah keterpenuhan persyaratan. Ketiga keterpenuhan kuota penemuhan badan ad hoc, serta keterlibatan perempuan menjadi penyelenggara Pemilu bentukan KPU tersebut.
Di sisi lain, Undang Suryatna menegaskan bahwa kegiatan rekrutment badan ad hoc sudah sesuai dengan prosedur. Di Jawa Barat relatif sudah berjalan dengan lancar, karena Sisitem Informasi Badan Ad Hoc (SIAKBA) sangat membantu dalam proses administrasi. Ia juga mengimbau agar semua jajaran Komisioner maupun Sekretariat KPU dapat mematuhi setiap alur rekuitmen badan ad hoc sejalan dengan aturan.
“Contoh kasus ada pengaduan ke DKPP terkait dengan mekanisme perkrutan, walaupun tidak dinyatakan perlanggaran, namun diberi peringakatan agar menjadi perhatian.” Ucap Ketua Divisi SDM dan Litbang KPU Provinsi Jawa Barat itu.
Lalu Ia juga memastikan bahwa setiap KPU Kabupaten/Kota perlu juga diperhatikan Surat Keputusan (SK) pemeberhentian dan SK Penggantian Antar Waktu untuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Selain PPK dan PPS, KPU nanti juga akan merekrut KPPS. Menurutnya, karena pernah ada KPPS yang tidak memliki SK, maka KPU harus cermat dan teliti. Hal tersebut jika terjadi akan menimbulkan pengruh hukum dalam penghitungan suara, sebab walaupun yang nanti pada hasil pemungutan suara yang menandatangani berkas adalah KPPS, namun menjadi atas nama Ketua KPU setempat. Jelas KPPS harus berstatus resmi untuk menghindari potensi masalah hukum.
Keterkaitan dengan pengawasan, Undang mengingatkan kepada KPU Kabupaen/Kota yang juga hadir Kepala Subbagian Hukum dan SDM KPU Kabupaten/Kota se-Jawa Barat bahwa pelanggaran kode etik dari badan ad hoc langsung ditangani oleh KPU. Sehingga perlu dibentuk tim khusus penerimaan laporan pelanggaran. Hat tersebut bertujuan agar fungsi pengawasan lebih terukur dan terarah. (Siho ed Uman/Doc. Syahril)