KPU Soroti E-Voting: Efisien tapi Sarat Risiko

BANDUNG - Kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh KPU RI dengan Komisi II DPR RI, di Gedung Bapermin Kab. Majalengka (5/6/2025) pada hari kedua dibuka dengan sambutan Ketua Divisi Sosdiklih Parmas KPU Provinsi Jawa Barat, Hedi Ardia serta Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Ketua KPU Kabupaten Majalengka, Teguh Fajar Putra Utama, serta Kepala Divisi Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Kabupaten Majalengka, Deden Syaripudin, beserta jajaran sekretariat.

Dalam sambutanya, Hedi menyampaikan sejumlah pandangannya terkait dinamika kepemiluan ke depan. Ia menyoroti beberapa isu penting yang perlu mendapat perhatian bersama. “Kebetulan Komisi II DPR saat ini sedang membahas revisi Undang-Undang Pemilu untuk pemilihan tahun 2029. Nah, kami sebagai penyelenggara pemilu di lapangan, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, salah satunya adalah soal syarat memilih,” ungkap Hedi.

Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang Pemilu saat ini, syarat untuk memilih adalah berusia 17 tahun atau sudah menikah. Namun, di sisi lain, Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun. “Ini menjadi catatan penting yang perlu sinkronisasi antara dua regulasi tersebut,” tambahnya.

Hedi juga menyinggung wacana penggunaan sistem e-voting dalam pemilu. “E-voting memang menawarkan efisiensi dan kecepatan, namun bukan tanpa risiko. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana pembuktian hasil suara jika menggunakan sistem ini,” ujarnya. Ia menyebutkan, memang ada negara-negara seperti Brasil, India, dan Amerika Serikat yang menggunakan e-voting. Namun, negara lain seperti Jerman dan Belanda justru kembali ke sistem pemilu dengan surat suara. Satu-satunya bukti fisik yang sah dan bisa diuji adalah surat suara. Maka hal ini harus menjadi pertimbangan matang jika kita akan mengadopsi e-voting di masa depan,” ungkapnya.

Mengakhiri sambutannya, Hedi menyampaikan perkembangan positif terkait pelaksanaan pemilu di Kabupaten Majalengka. "Angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2024, baik Pilpres maupun Pileg, mengalami peningkatan sekitar tiga persen. Namun demikian, ia tetap mengajak semua pihak untuk melakukan refleksi bersama. Mari menjadi pemilih yang cerdas, kritis, dan mampu menyikapi setiap aspek dalam pemilu ini dengan bijak,” imbaunya.

Hedi menekankan bahaya praktik politik uang (money politic) yang masih menjadi tantangan serius. “Yang paling membahayakan dalam pemilu ini adalah politik uang. Ini bahaya. Tapi sayangnya, masih banyak yang menganggap politik uang sebagai berkah,” ujar Hedi. Ia berharap, melalui pendidikan pemilih yang terus digalakkan, masyarakat bisa lebih sadar dan bijak dalam menyikapi fenomena tersebut.

Setelah sesi pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber Ridwan Solichin, seorang akademisi yang memberikan pandangan mengenai pentingnya pendidikan pemilih yang berkelanjutan dalam menjaga kualitas demokrasi.

Melalui kegiatan ini, diharapkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam proses pemilu semakin meningkat, seiring dengan upaya KPU dalam membangun pemilih yang cerdas dan berdaya.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 1,085 Kali.