
Variabel Pencalonan Jadi Penggerak IPP Pilkada Jawa Barat
JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat menegaskan komitmennya untuk memperkuat transparansi dan partisipasi publik dalam tahapan pencalonan kepala daerah, usai mengikuti Kelas Pencalonan pada kegiatan Launching dan Rapat Koordinasi Indeks Partisipasi Pemilih (IPP) yang digelar KPU RI di Jakarta, 18 Oktober 2025
Kelas ini menghadirkan narasumber Rendy Umboh (JPPR), Arif Susanto (Exposit Strategic), dan Wahidah Suaib (Fatayat NU), dengan fasilitator Aqidatu Izza Zain. Ketiganya menekankan pentingnya tahapan pencalonan sebagai ruang awal keterbukaan politik yang menentukan kualitas demokrasi dan indeks partisipasi pemilih di Pilkada Serentak 2024.
Dalam paparannya, Rendy Umboh menyebut pencalonan sebagai “jantung demokrasi elektoral”, karena di sinilah publik menilai sejauh mana sistem politik membuka ruang bagi keterwakilan dan keadilan kompetisi.
“Keterbukaan informasi mengenai calon kepala daerah adalah hak publik. Semakin transparan data calon, semakin besar kepercayaan pemilih terhadap proses dan hasil Pilkada,” ujarnya.
Sementara itu, Arif Susanto menyoroti perlunya demokratisasi internal partai agar rekrutmen calon kepala daerah tidak hanya menjadi domain elite politik.
“Demokrasi yang sehat harus memberi ruang bagi tokoh-tokoh potensial di luar lingkaran elit. Representasi sosial dan politik harus berjalan beriringan,” ungkapnya.
Sedangkan Wahidah Suaib menekankan pentingnya afirmasi gender.
“Keberhasilan keterwakilan perempuan tidak berhenti pada kuota, tetapi pada kualitas ruang aktualisasi yang memungkinkan perempuan berpolitik tanpa hambatan kultural dan struktural,” tegasnya.
Menanggapi paparan tersebut, Ketua Divisi Sosdiklih, Parmas KPU Jawa Barat, Hedi Ardia menilai bahwa variabel pencalonan bukan sekadar tahap administratif, tetapi faktor pengungkit utama dalam kenaikan IPP di Jawa Barat.
“Menurut saya, diskusi ini mengingatkan kita bahwa IPP tidak akan menyentuh akar persoalan demokrasi bila tidak menyoroti hulu-nya — yaitu proses pencalonan di internal partai politik. Demokrasi internal parpol dan keterbukaan pencalonan adalah pondasi partisipasi bermakna,” ungkapnya.
Pernyataan tersebut di tanggapi peserta diskusi dengan kesimpulan, KPU memiliki dua peran penting dalam memperkuat variabel pencalonan. Pertama, peran langsung, yakni melalui mekanisme verifikasi faktual dokumen calon, publikasi data yang dapat diakses publik, serta pengelolaan helpdesk pencalonan yang transparan. Kedua, peran tidak langsung, yakni membangun jejaring pendidikan politik dan mendorong reformasi parpol melalui advokasi dan ruang dialog lintas pemangku kepentingan.
“KPU memang tidak berwenang mengubah mekanisme internal partai, tetapi kita bisa menjadi katalis. Melalui pendidikan politik dan ruang partisipatif, kita dorong partai untuk lebih demokratis, transparan, dan inklusif dalam menjaring calon kepala daerah,” tambahnya.
Dalam forum yang sama, KPU Bali juga menggarisbawahi pentingnya sensitivitas terhadap konteks sosial-budaya daerah dalam pengukuran IPP. Setiap wilayah memiliki karakter politik, kultural, dan struktur sosial yang berbeda, sehingga indikator partisipasi harus mampu merepresentasikan keragaman itu.
“Indeks Partisipasi Pemilih tidak bisa dilihat semata-mata sebagai angka statistik. Ia harus membaca konteks sosial, budaya, dan bahkan tantangan ekonomi politik yang mempengaruhi perilaku pemilih. Pencalonan adalah pintu untuk memahami itu semua,” jelasnya.
Kelas Pencalonan ini menjadi refleksi penting bagi KPU Kab/Kota untuk memperkuat desain tata kelola tahapan Pilkada 2024 yang transparan, inklusif, dan berorientasi pada pendidikan politik warga.
Melalui optimalisasi PPID, helpdesk pencalonan, serta kolaborasi dengan masyarakat sipil, KPU Jawa Barat berkomitmen menjaga kepercayaan publik dan memperkuat kualitas partisipasi dalam Pilkada mendatang.
“Kita akan memastikan bahwa setiap calon kepala daerah yang maju di Jawa Barat adalah hasil dari proses yang terbuka, diverifikasi secara akurat, dan mendapat ruang tanggapan publik yang luas. Di situlah IPP menemukan makna sejatinya,” tutup Yunike Puspita, Kabag Parhumas dan SDM KPU Jabar.
KPU Jabar menegaskan, dengan memperkuat variabel pencalonan, IPP bukan sekadar indeks angka, melainkan potret nyata dari kualitas partisipasi, transparansi politik, dan kepercayaan publik terhadap demokrasi di Jawa Barat.